Kisah Ketika Santri Bertemu Langsung dengan Nabi Khidir

Kisah Ketika Santri Bertemu Langsung dengan Nabi Khidir
Santri Mandiri - Kisah ini diangkat dari seorang santri yang benar-benar pernah bertemu dengan nabi khidir. Santri ini berasal dari pondok pesantren yang berada didaerah Jombang Jawa Timur. Menurutnya ia bertemu dengan nabi khidir ini nyata dan tidak direkayasa juga tidak bertemu lewat mimpi. Penasaran kisahnya seperti apa? berikut kisah santri yang bertemu langsung dengan nabi khidir.



Kisah Santri Bertemu dengan Nabi Khidir

Awalnya salah satu santri yang berasal dari pondok pesantren jombang ini ingin sekali bertemu dengan nabi khidir, menurutnya ia ingin bertemu dengan nabi khidir secara langsung dan tidak lewat mimpi.

Suatu hari santri itu sowan(mengunjungi) kiai pimpinan pondoknya dan ia langsung mengutarakan maksud hatinya tersebut.

Setelah santri tersebut mengungkapkan isi hatinya yang ingin sekali bertemu dengan nabi khidir, sontak Mbah kiai diam sejenak lalu kemudian berkata kepada santri tersebut :

“Le kalau kamu ingin bertemu dengan Nabi Khidir, Syaratnya harus datang pertama kali saat sholat jum'at, sebelum ada orang-orang yang datang dan pulang dari masjid yang paling akhir sesudah semua orang pulang dari masjid lakukan itu 41x jumat tanpa ada 1 jumat pun yang terlewat.” ucap mbah yai.


“Nanti kalo sudah sampai pada sholat jumat yang ke 41 atau jumat yang terakhir, ketika kamu keluar dari masjid ketemu dengan orang yang lewat di depan masjid siapa saja orang yang tidak kamu kenal kamu salaman ya dengan dia.” ucap kembali mbah yai.


Ia Yai, jawab santri tersebut.




Akhirnya santri tersebut melakukan riyadhahnya sesuai yang dikatakan mabh yai, dengan melakukan sholat Jumat datang paling Awal (sebelum spiker masjid bunyi) dan Pulang Paling Akhir (setelah masjid ditutup). Itu dilakukannya dengan sungguh-sungguh dan Istiqamah.



jika di hitung maka waktu yang santri tersebut lakukan :


(1 bulan = 5 jumat maka 41 jumat = 8 bulan lebih 1 jumat).



Sebelum Jum'at yang ke-41x dia datang ke mbah kiai, memberitahu bahwa riyadhah sebentar lagi akan berakhir dan ingin meminta nasihat.



“Sekarang adalah jumat yang terakhir nanti sepulangnya dari masjid ketika kamu bertemu dengan orang asing yang tidak dikenal kamu, jabat tangannya dan bersalaman minta doa’ darinya ya” Ucap mbah yai.



Sontak santri tersebut menjawab dengan gembira: Nggih mbah yai.





Singkat Cerita:


Sepulangnya dari masjid santri itu menunggu orang yang terlihat aneh dan juga alim yang tidak dikenal olehnya, tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang.


Kebetulan santri tersebut lewat didepan seorang yang jualan gado-gado yang sedang menjajakan dagangannya.



Akhirnya sekian lama ia menunggu, pulanglah dengan kecewa sambil bertanya-tanya didalam hatinya, apa maksud dari perkataan Mbah kiai yang menyuruhnya menunggu lalu bersalaman dengan orang yang tidak ia dikenal.



“Gimana sudah ketemu dengan Nabi khidir?”. Tanya mbah kiai,


sang santripun menjawab: “Belum Mbah kiai, Nabi Khidirnya tidak datang, yang ada malah orang jualan gado-gado”. Dengan nada kecewa,


Mbah kiai: “Coba jum'at depan itu jumat yang ke-42, kamu lakukan riyadhahnya seperti biasa. Ingat, ketika kamu ketemu dengan orang yang paling akhir, kamu temui saja dan jabat tangannya ya lalu minta doa”.


Nggih Mbah, ucap santri tersebut.





Pada Jum’at yang ke 42



Santri tersebut tetap seperti biasanya melakukan riyadhohnya dengan datang paling awal duduk di serambi masjid sambil menunggu semua jama’ah datang lalu bubar.



Ketika santri tersebut menunggu dan dengan sangat waspada melihat sekeliling masjid, untuk melihat siapa yang ada disana, akhirnya terlihat dari kejauhan seorang Laki-Laki China dengan memakai celana pendek, lalu Laki-Laki tersebut berjalan menuju kearahnya.



Lalu ia berkata dalam hati kecilnya, apakah dia harus bersalaman dan meminta doa kepada seseorang tersebut. Seperti apa yang dikatakan mbah yai atau tidak melakukannya.


“Ah tidak mungkin orang china itu adalah Nabi Khidir. Pada saat itu orang China disana kebanyakan beragama Budha dan Konghucu"


Lantas seketika orang china tersebut segera berlalu, karena tidak mendapatkan respond dari santri tersebut.



Dengan berbagai prasangka kepada mbah kiai sang santripun pulang dengan berbagai rasa kecewa. Ternyata nafsunya tersebut mengalahkan perkataan kiai dan ketaatannya kepada mabh yai.




Setelah pulang dari masjid, Santri tersebut bertemu dengan mbah kiai.




“Gimana cung , sudah bertemu Nabi Khidir?” Tanya Mbah Yai.


Santri menjawab: “Dereng(belum) Mbah yai, ketemunya sama orang China yang pakai celana pendek saja”.


Mbah Yai membalas perkataannya: ”Ingat jumat ke-43, jumat terakhir kamu tetap melakukan riyadhoh seperti biasanya, dan kalau ketemu dengan siapa saja, kamu salaman minta do’a darinya, jangan nafsu dan prasangkamu mengalahkan ketaatanmu kepada diriku cung, Kalau kamu tidak taat kepada nasehat dan perintahku maka selamanya kamu tidak bertemu dengan Nabi Khidir. Sudah berangkatlah cung”


Nggih mbah ucap santri tersebut.





Jumat yang ke-43


Sang santri menunggu seperti biasanya dengan sabar sambil mengingat pesan sang guru (jika dia tidak patuh dan berprasangka buruk maka aku tidak akan bertemu dengan Nabi Khidir).



Tiba-tiba dari kejauhan terlihat seorang pengemis dengan pakaian yang compang-camping dan berbau tidak enak lalu dikerubungi lalat banyak yang berjalan tertatih-tatih.



Kaget melihat pemandangan tersebut, sontak sang santri turun dari serambi masjid berlari mengejar sang pengemis dan berusaha menghentikannya.


Santri: Mbah,,mbah,, berhenti mbah berhenti mbah berhenti. (Tanpa ba bi bu dia bersalaman, mencium dan memegang tangan pengemis yang penuh luka (luka koreng) tanpa rasa jijik sedikitpun.


Pengemis yang ternyata memang Nabiyullah Khidir (dengan tenang): “Ada apa kamu mau ketemu denganku?”.


Santri: “Oh Nabiyullah Khidir, ada yang ingin saya tanyakan dan mau minta doa kepada engkau”


Nabiyullah khidir: “Silahkan”


Santri: “Wahai Nabiyullah, telah lama saya menunggu Anda, 42 Jumat saya menunggu Anda tetapi mengapa Anda tidak menemui saya?”


Nabiyullah Khidir: “Bukankah yaimu berpesan untuk bersalaman dengan setiap orang yang kau temui terakhir kali setelah selesai Sholat Jumat? Bukankah gurumu menyuruhmu secara tidak langsung untuk menemui dan bersalaman meminta do’a kepada penjual gado-gado dan Orang China yang memakai celana pendek?. Nafsu dan prasangkamu kepada Mbah Yaimu telah mengalahkan bashirah (mata hati) mu sehingga terhijab dariku”.


Santri: ” Anda Betul wahai Nabiyullah Khidir”. Wahai Nabiyullah, berdoalah kepada Allah tentang diriku, karena doamu istijabah ya nabiyullah.


Nabiyullah Khidir: “Baiklah apa permintaanmu, ingin kekayaan, sebutkan saja? Apa yang harus aku mintakan do’a kepada Allah?


Santri : Wahai Nabiyullah. Saya hanya ingin Anda mendoakan saya mendapat kebaikan dan dilindungi dari segala keburukan di dunia dan akhirat (do’a sapu jagad).


Nabiyullah Khidir: “Baiklah, akan saya doakan agar engkau mendapat kebaikan dan dilindungi dari segala keburukan di dunia dan akhirat”




Sang santri akhirnya pulang atau tepatnya kembali ke pondok.


Setiba di pesantren, sang santri langsung ke rumah Mah Yai untuk menceritakan pengalamannya, dan langsung disambut oleh beliau.


Mbah Yai : “Cung gimana sudah ketemu dengan Nabi Khidir, kamu minta didoakan apa saja oleh Nabi Khidir?”


Santri: “(dengan keheranan dan dengan perasaan bersalah) Ia yai, saya minta maaf sebesar-besarnya karena tidak menuruti perintah yai pada jumat ke 41 dan ke 42. Saya tidak minta harta Yai, hanya ingin didoakan selamat dunia akhirat saja tidak lebih.


Mbah Yai: ”Cung, mulai besok kemasi barang-barangmu dari pondok, kamu keluar dari pondok dan berdakwalah di daerah asalmu”.


Santri : “Nggih yai, saya laksanakan”.

Santri Menulis

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel