Mengenal Lebih Jelas Pondok Pesantren Al Falah Biru Tarogong Kidul Garut

Mengenal Lebih Jelas Pondok Pesantren Al Falah Biru Tarogong Kidul Garut
Tidak berlebihan jika Garut dijuluki sebagai Kota Santri. Karena terdapat ratusan pondok pesantren di tanah Garut berdiri. Salah satunya pondok pesantren buhun Al Falah Biru.

Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Biru dan Al-Falah


Pondok Pesantren Al Falah Biru adalah generasi penerus pertama dari Pesantren Biru, sehingga terkenal di kalangan masyarakat Islam adalah Pesantren Biru atau Biru.

Pesantren Biru atau AL Falah didirikan pada tahun 1749 oleh Embah Pengulu, sebutan dari Embah Kyai Akmaluddin, penghulu Timbanganten/Garut dan menantunya Raden Kyai Fakaruddin keturunan ke-11 dari Sunan Gunung Djati (Syaikh Syarif Hidayatulloh, Raja Cirebon) dan keturunan ke-11 dari Prabu Siliwangi (Raja Padjadjaran).

Kampung Biru merupakan daerah yang bersejarah baik di kalangan Islam maupun Nasional, sebab menghasilkan banyak sejarah dan peran yang penting dari sebelum masa penjajahan Belanda sampai kemerdekaan Presiden Soekarno, serta Biru merupakan pedoman sejarah silsilah, keulamaan dan ke-radenan di Kabupaten Garut.

Ulama yang memimpin dan mengelola Pesantren Al Falah Biru

Kepimpinan di Pondok Pesantren AL Falah biru secara estafet diteruskan dari genarasi ke genrasi berikutnya, diantaranya:

  1. Embah Kyai Akmaluddin dan Embah Kyai Fakkaruddin
  2. Embah Ajengan Abdurrosyid
  3. Embah Kyai Irvan
  4. Embah Kyai Abu Qo’im
  5. Raden Bagus K.H. Muhammad Ro’ie (Ama Biru).

Pesantren Biru di Masa Kejayaan

Dari generasi kepemimpinan pertama sampai terakhir, Pesantren Biru mengalami masa kejayaan yang subur makmur kerta raharja dan juga terkenal di pulau jawa dan di luar jawa.

Pantas jika kampung Biru mengalami peningkatan harkat martabat kebesaran dan kemuliaan di kalangan Nasional. Tak hanya itu,  Kampung iru pun sangat dihargai oleh masyarakat dan pemerintah Belanda.

Sehingga pada masa pimpinan Embah Ajengan Abdurrosyid, Biru dimerdekakan oleh kaum Penjajah Belanda dan sampai pada generasi ke-5, Biru dijadikan sebagai pusat Agama Islam di kabupaten Garut.

Pesantren Biru Dipindahkan

Setelah masa Rd. Bagus K.H. Muhammad Ro’ie berakhir, maka Pesantren Biru di pindahkan ke kampung Thoriq Kolot, kemudian dirubah nama menjadi Al Falah, yang dipimpin oleh putranya yang bernama R.d KH. Asnawi Muhammad Faqieh (Bani Faqieh) dan cucunya, yaitu Syaikhuna Badruzzaman.

Pada masa inilah Pondok Pesantren Al Falah Biru mengalami banyak rintangan baik dari penjajah, Umat Islam ataupun pengaruh para politikus di Indonesia.

Ulama yang memimpin dan mengelola Pesantren Al Falah Biru adalah:

  1. Raden KH. Asnawi Muhammad Faqieh
  2. Syaikhuna Badruzzaman
  3. Rd. KH. Bahruddin

Pada tahun 1933-1938 M. di daerah Garut sedang terjadi fitnah “Perintah Suntik” dari penjajah Belanda.

Maka, Raden KH. Asnawi Muhammad Faqieh dan putranya Syaikhuna Badruzzaman mengungsi dari kampung Al Falah, ke daerah Kab. Tasik yaitu Taraju/Indularang sekaligus menyebarkan agama Islam. Dimana masyarakat pada masa itu masih menganut agama Hindu.

Sepulang dari pengungsian, pengajian dibuka kembali. Saat itu Pesantren Al Falah Biru mempunyai puluhan ribu santri, bahkan pada pada masa penjajahan Jepang berjumlah ratusan ribu santri.

Sehingga Jepang menyebutnya “Maha Raja” kepada KH Faqieh yang dibantu oleh putranya Syaikhuna Badruzzaman, karena Jepang melihat kehebatan pengaruhnya melebihi yang lainnya.

Politik ala Pesantren Biru

Perpolitikan di kampung Biru telah tercatat dalam sejarah sejak tahun 1914, yang dimulai oleh KH. Muhammad Soleh putra Ama Biru yang ikut bergabung dengan Syarikat Islam (SI) pimpinan H. Oemar Said Cokro Aminoto.

Yang mana pada saat itu Biru berani terang-terangan ingin merdeka, dan mengajak kepada masyarakat, menentang dan mengejek pemerintah Belanda dimuka umum, diantaranya adalah:

  1. Melarang mengagungkan dan mendoakan bupati dalam khutbah.
  2. Menyalahkan bupati dan berani berkata “caduk” kepada bupati dimuka umum.
  3. Mengejek pemerintahan Belanda dimuka umum.
  4. Melarang menyembah, sebab pada waktu itu diharuskan manut-manut (menyembah) kepada para menak/ningrat.

Lagu kebangsaanya yang pernah dikumandangkan adalah:

Indones-Indones merdeka-merdeka tanah-ku negriku yang ku cinta 2x
Indones-Indones mulia-mulia hiduplah Islam Indonesia.

Syaikhuna Badruzzaman Mendirikan Pasukan Hizbulloh

Pada periode kepemimpinan Syaikhuna Badruzzaman yaitu tahun 1942 dimasa penjajahan Jepang dan Agresi Belanda II. beliau mendirikan pasukan Hizbulloh kemudian Hizbulloh Fisabilillah yang lebih besar lagi untuk mengusir dan melawan penjajah.

Sehingga berhasil mematahkan dan menggempur sebagian di wilayah Garut, Bandung dan Jogya (Madiun), maka pada waktu itu Al Falah Biru masyhur di tingkat Nasional (terkenalnya “Biru”) baik itu di dalam ilmu ke-pesantrenan ataupun kegagahan serta keberaniannya dalam berperang dengan penjajah untuk membela umat Islam dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (1942-1949).

Maka pada masa kemerdekaan Biru cukup dihormati dan disegani oleh pemerintahan Presiden Soekarno dan masyarakat umum.

Mundurnya Pengaruh Al Falah Biru

Mundurnya pengaruh Al Falah Biru disebabkan adanya politik DI/TII pimpinan Karto Suwiryo yang banyak merugikan Umat Islam. Dimana banyak mengorbankan jutaan jiwa di seluruh Indonesia.

Maka, pada tahun 1950 Syaikhuna Badruzzaman mengungsi ke Majenang, Jawa Tengah. Kemudian ke Arab Saudi dengan bantuan Muhammad Natsir tokoh Partai Masyumi. Dan beliaun kembali lagi  ke Indonesia pada tahun 1960

Kemudian membangun lagi Pesantren Al Falah Biru. Sejak saat itulah pesantren Al Falah Biru tidak ramai seperti sebelum ditinggalkan.

Yang kedua adalah adanya politik Muhammadiyyah memasukkan pengaruhnya kepada Syaikhuna Badruzzaman. Walaupun pada akhirnya beliau bersikap netral terhadap partai-partai politik yang ada.

Pengaruh kejahatan Politik Partai Komunis Indonesia (PKI) di Republik Indonesia ini memusuhi umat beragama, khususnya agama Islam.

Banyaknya ulama kyai, dan pembela agama Islam yang dibunuh secara keji yang tidak berpri-kemanusiaan, termasuk Syaikhuna Badruzzaman pun menjadi target yang diancam akan dibunuh.

Walaupun banyak cobaan dan rintangan dari waktu kewaktu, pengaruh kebesaran Biru masih membekas dimata para murid dan yang menyaksikan dimasa kejayaannya sampai saat ini.

Salah satunya banyaknya para santri yang mengikuti amalan Thoriqot Tijaaniyyah yang dahulunya di pimpin oleh Syaikhuna Badruzzaman pada tahun tahun 1935 M.

Pendidikan Formal di Pondok Pesantren Al Falah Biru Kini


Selain pendidikan pesantren sebagai pondasi awal, didirikan pula lembaga-lembaga pendidikan formal untuk menyesuaikan tarap pendidikan sesuai dengan perkembangan jaman.

Jenjang Pendidikan formal di Pondok Pesantren Al Falah Biru:

  1. Madrasah Diniyyah (setingkat SD) - tahun 80-an
  2. Madrasah Tsnawaiyah (setingkat SMP) - tahun 1990
  3. Taman Kanak-kanak (TK) - tahun 1995
  4. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) - tahun 2008
  5. SMK Kimia Analis - tahun 2003

Alhamdulillah, banyak lulusan SMK Alfalah Biru  yang bekerja di perusahaan-perusahaan luar negeri seperti Jerman dan Jepang. Profil Pesantren

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel