Kondisi Ini disunnahkan Untuk Berhenti Berdzikir

Kondisi Ini disunnahkan Untuk Berhenti Berdzikir
Santri Mandiri - Selepas melaksanakan sholat, sebaiknya tidak langsung beranjak pergi. Lakukanlah Dzikir. Dizikir berasal dari kata dzakara-yadzkuru-dzikrun artinya menyebut,atau mengucap (Asma-Asma Allah). Menurut konteks, dzikir itu sendiri adalah memperhatikan, mengingat, mengenang, mengenal, mengerti maupun mengambil pelajaran.


sunnah berdzikir


Beliau Amin Syukur dalam Terapi Hati pada tahun 2012 menambahkan pula bahwasanya dzikir dalam al-quran berarti membangun sebuah daya ingat dan kesadaran, mengingat hukum-hukum allah meneliti proses alam maupun mengambil peringatan baik pelajaran maupun tidak.

Perintah dzikir sudah disebutkan didalam Al-quran Surah Al-Insan: 25 :


وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلا (٢٥)

“Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang.”


Dzikir adalah perintah oleh Allah yang dapat dilakukan dengan hati dan lisan maupun salah satunya. Sebenarnya untuk mengingat Allah tidak hanya ketika Dzikir dan Sholat saja.

Kapanpun dan dimanapun seharusnya sebagai seorang hamba selalu mengingat Allah SWT.

Rasulullah SAW. Bersabda :


لَايَقْعُدُوْنَ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى اِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ تَعَالَى فِيْمَنْ عِنْدَهُ رواه مسلم

“Tidaklah duduk dan berkumpul suatu kaum dengan mengingat Allah (berdzikir) kecuali mereka dikepung oleh para malaikat, diliputi rahmat, diberikan ketenangan, dan Allah mengingat siapa saja yang berada di tengah-tengah perkumpulan tersebut” (HR Muslim).

Dari berbagai banyaknya macam Dzikir, didalam artikel ini kali ini akan membahas Waktu yang justru disunnahkan untuk berhenti saat berdzikir.

Waktu-waktu disunnahkan untuk berhenti berdzikir


لِلذَّاكِرِ يُسْتَحَبُّ لَهُ قَطْعُ الذِّكْرِ بِسَبَبِهَا (الْاَحْوَالِ) ثُمَّ يَعُوْدُ اِلَيْهِ بَعْدَ زَوَالِهَا مِنْهَا اِذَاسُلِّمَ عَلَيْهِ رَدَّ السَّلَامَ ثُمَّ عَادَ اِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا اِذَا عَطَسَ عِنْدَهُ عَاطِسٌ شَمَّتَهُ ثُمَّ عَادَ اِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا اِذَا سَمِعَ الْخَطِيْبَ ثُمَّ عَادَ إِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا إِذَا سَمِعَ الْمُؤَذِّنَ أَجَابَهُ فِيْ كَلِمَاتِ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ ثُمَّ عَادَ إِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا إِذَا رَأَى مُنْكَرًا أَزَالَهُ اَوْمَعْرُوْفًا اَرْشَدَ اِلَيْهِ اَوْ مُسْتَرْشِدًا اَجَابَهُ ثُمَّ عَادَ اِلَى الذِّكْرِ وَكَذَا اِذَا غَلَبَهُ النُّعَاسُ اَوْ نَحْوُهُ وَمَااَشْبَهَ هَذَا كُلَّهُ

“Disunnahkan bagi seseorang yang berdzikir memutus dzikirnya dalam beberapa kondisi, kemudian ia kembali berdzikir setelahnya. Pertama, ketika ada yang memberi salam, maka ia wajib menjawab dan setelah itu kembali berdzikir. Kedua, ketika ada yang bersin, maka ia mendoakannya, dan setelah itu kembali berdzikir. Ketiga, ketika mendengar khatib berkhutbah ia lebih baik mendengarkan, setelah itu kembali berdzikir. Keempat, ketika mendengar adzan dan iqamah, maka ia menjawab dengan lafal yang sama, setelah itu kembali berdzikir. Kelima, ketika melihat kemungkaran, ia mencegahnya; atau melihat kebaikan, ia menunjukkan kepadanya; atau ada seseorang yang meminta petunjuk, ia memenuhinya, setelah itu kembali berdzikir. Keenam, ketika dalam keadaan sangat mengantuk dan sebagainya” (Imam Nawawi, Al-Adzkar, Semarang: Alawiyah, hlm. 13-14).

1. Ketika seseorang mengucapkan salam (Wajib Menjawabnya)

Imama Nawawi dalam kitab Al-Adzkar pada bab hukmi assalam menghukumi wajibnya menjawab salam :


يَجِبُ عَلَى الْمَكْتُوْبِ إِلَيِهِ رَدُّ السَّلَامِ إِذَا بَلَغَهُ السَّلَامُ

“Wajib menjawab salam atas ucapan salam yang tertulis.”

2. Ketika seseorang bersin (Mendoakan orang bersin)

Mendoakan orang bersin adalah bagian dari perintah Rasulullah. Diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Barra bin ‘Azib berkata:


اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِسَبْعٍ بِعِيَادَةِ الْمَرِيْضِ وَاِتْبَاعِ الْجَنَائِزِ وَتَشْمِيَتِ الْعَاطِسِ وَنَصْرِ الضَّعِيْفِ وَعَوْنِ الْمَظْلُوْمِ وَإِفْشَاءِ السَلَامِ وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ هذا لفظ احدى روايات البخارى

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami dengan tujuh hal: menjenguk orang sakit, mengiring jenazah, mendoakan orang yang besin, menolong orang yang lemah, menolong orang yang teraniaya, menebar salam, dan memperbagus sumpah” (Demikian ini adalah lafal dari salah satu riwayat Bukhari).

3. Ketika mendengarkan khutbah (mendengar khutbah)

Hukum mendengarkan khutbah adalah sunnah (lihat: Kifayatul Akhyar, juz I, hlm. 151). Hal ini didasarkan pada ayat :


 وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (٢٠٤) 

 “Dan apabila dibacakan Al-Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-A’raf [7]: 204).

4. Mencegah kemungkaran dan menebar kebaikan

Pada poin ini terkait dengan hubungan sesama makhluk. Islam mengajarkan agar memiliki akhlak yang baik secara vertikal begitupun secara hrisontal.

Dengan demikian segala kemungkaran, yang bisa membahayakan harus sesegera mungkin dicegah atau bahkan dihilangkan.

Begitupun menebar kebaikan, sebaiknya secepatnya ditunaikan, apalagi benar-benar dibutuhkan oleh orang banyak.

Sehingga, tak masalah berhenti berdzikir sejenak demi mencegah kemungkaran dan menebar kebaikan, baru kemudian kembali berdzikir.

Karena pada hakikatnya mencegah kemungkaran dan menebar kebaikan adalah bagian dari dzikir.

5. Saat mendengar adzan

Rasulullah memerintahkan menjawab adzan dan iqamah sebagaimana lafal adzan kecuali hayya ‘alashshalah dan hayya ‘alalfalah.


 اِذَا سَمِعْتُمْ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ رواه البخارى و مسلم 



Ketika kalian semua mendengar panggilan (shalat) maka ucapkanlah kalimat yang serupa sebagaimana diucapkan oleh orang yang adzan (HR. Imam Baukhari dan Muslim).


Artinya bahwa menjawab adzan juga merupakan kesunnahan, bahkan Nabi sendiri memerintahkannya. Oleh karenanya ketika sedang berdzikir disunnahkan berhenti sejenak dan menjaawab adzan baru kemudian kembali berdzikir.

6. Keadaan lemas atau mengantuk

Itab At-Tibyan (hlm. 94) menjelaskan tentang kemakruhan membaca Al-Qur’an dalam keadaan sangat mengantuk. Hal ini dapat tarik pemahaman dari ayat:


 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ (٤٣) 

 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan...” (QS AN-Nisa[4]: 43).



Jika seseorang membaca Al-Qur’an ataupun dzikir lain dalam kondisi sangat mengantuk dikhawatirkan apa yang diucapkan tidak sesuai dengan lafal yang benar dikarenakan kesadarannya tidak sempurna.

Kesimpulan

Akhir kata, dengan demikian seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwasanya Dzikir adalah perintah Allah SWT. yang hal ini menunjukkan bahwa amalan ini baik nan juga bermanfaat bagi manusia. Namun, nilai kebaikannya juga dapat dibandingi dengan hal-hal yang telah disingguh diatas. Sekian artikel mengenai Waktu-Waktu yang disunnahkan untuk berhenti berdzikir.

Doa

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel